Wacana Pembuka

Kosmos Y-Z: 8 Lakon LeLakon 2022

lakon (laku + an) n sesuatu (teks) yang/untuk
    dilakukan, diaksikan, diperistiwakan, diwujudkan,
    oleh makhluk hidup dan/atau dengan benda mati

Sejauh apa pun pertunjukannya meninggalkan kata, panggung teater masih membutuhkan teks. Langkah kaki adalah teks, tubuh diam adalah teks, gelap adalah teks, ruang kosong adalah teks, bahkan tubuh-yang-menolak-teks adalah teks. Semasih manusia panggung membutuhkan ide untuk laku panggung, semasih laku panggung memerlukan ingatan, semasih peristiwa digerakkan oleh manusia dan lingkungannya, maka kebutuhan akan teks adalah alamiah. Teks yang tertulis maupun tak tertulis (terekam dalam ingatan tubuh) tetaplah teks. Naskah lakon (teks tertulis) adalah salah satu ciptaan dan dokumen yang membuktikan bahwa teater bukan hanya budaya pertunjukan, melainkan juga budaya penulisan.

Teater sebagai budaya pertunjukan dan budaya penulisan tentu saja terjalin dalam relasi saling bangun, saling rangkul, saling tawar, atau—bahkan—saling tabrak. Dramaturgi, sebagai salah satu titik temu keduanya, adalah medan bagi berbagai modus relasi itu. Pergumulan dalam medan tersebut kemudian memunculkan berbagai kecenderungan dramaturgis dalam pertunjukan maupun penulisan. Perkembangan penulisan lakon pun tidak lagi hanya berkutat pada dramaturgi kisah dan dramaturgi puitik, tetapi melebar ke kecenderungan-kecenderungan dramaturgis lain, seperti dramaturgi tubuh, dramaturgi visual, dramaturgi media, dramaturgi lingkungan, dramaturgi arsip, dramaturgi dokumenter, dramaturgi digital, dramaturgi virtual, dramaturgi (teater) terapan, dramaturgi interdisipliner, dan lain-lain. Keakuratan istilah-istilah tersebut tentu saja masih bisa diperdebatkan, baik sisi konsepsi maupun aplikasinya, tetapi—setidaknya—bisa menjadi pemantik wacana untuk merangsang keberagaman penulisan lakon.

LeLakon dimulai pada 2020 sebagai platform kurasi lakon Indonesia. LeLakon 2020 menerima 178 naskah lakon yang ditulis oleh 109 penulis (individual maupun kolektif) dari 19 provinsi, serta memilih 10 lakon yang kemudian dibukukan dalam Dramaturgi Rasa: 10 Lakon LeLakon 2020. Setelah penerbitannya, beberapa pegiat teater (individual maupun kolektif) tergerak untuk mementaskan lakon-lakon dalam buku ini. Distribusinya pun bukan hanya di Indonesia, melainkan hingga ke Malaysia dan Singapura. Benny Yohanes dan mendiang Gunawan Maryanto mengulasnya dalam Indonesia Dramatic Reading Festival 2020. Beberapa kampus menggunakannya sebagai materi kajian lakon/drama. Festival Teater Kampus Jakarta 2022 menetapkan lakon-lakon dalam buku ini sebagai lakon wajib untuk dipentaskan oleh kelompok-kelompok peserta festival. Beberapa capaian dan kontribusi tersebut tentu saja merupakan salah satu tujuan LeLakon, dan harapannya akan terus meluas seiring dengan penerbitan yang terus dijaga keberlanjutannya.

Pada guliran kedua ini (2022) LeLakon menambahkan “penyuntingan” (bukan hanya “kurasi”) sebagai bagian dari paradigma; guna menekankan bahwa LeLakon bukan semata memilih, melainkan juga melakukan kerja penyuntingan terhadap lakon-lakon terpilih, serta menyiapkan dan menerbitkannya sebagai buku antologi lakon. Sebagai platform kurasi dan penyuntingan lakon, yang bermuara pada penerbitan dan distribusi lakon, LeLakon merupakan ikhtiar untuk mengopeni dan meneguhkan teater sebagai budaya penulisan. LeLakon bukan platform lomba atau sayembara yang memilih lakon dengan “kriteria absolut” serta menilai dan memeringkat lakon-lakon secara hierarkis. LeLakon justru menjalankan kriteria ideologis-subjektif yang melekat pada kurator/penyunting secara pribadi serta intelektual-dialogis secara tim; proses kurasinya bisa berjalan secara induktif. LeLakon membuka pintu selebar-lebarnya bagi keberagaman lakon, baik dalam hal bentuk, gaya, tema, eksperimen, dan sebagainya, sehingga dapat memperluas jangkauan jelajah ruang ungkap. Kualitas lakon adalah suatu kriteria terbuka yang bisa diperdebatkan terus-menerus secara konseptual dan dialektis. Dalam sistem kurasi LeLakon, kualitas lakon bukan satu-satunya pertimbangan untuk menentukan pilihan lakon. Berbagai pertimbangan dan kepentingan lain—seperti isu, gender, wilayah, sejarah, dan pemberdayaan—juga digulirkan sebagai bentuk dorongan dan dukungan terhadap pertumbuhan penulisan lakon teater di Indonesia beserta ekosistemnya.

Bersama dengan platform-platform produksi (workshop, lokakarya, laboratorium) dan pemilihan (lomba, sayembara, penghargaan) lakon lainnya di Indonesia—yang pada masa pandemi ini bertumbuhan lumayan subur—LeLakon bermaksud menjadi salah satu ruang-tumbuh dan ruang-sebar bagi karya-karya lakon Indonesia. Urgensi yang sering luput dari beberapa platform produksi dan pemilihan lakon di Indonesia adalah penerbitan dan penyebaran lakon. Perjalanan lakon-lakon sering mandek di titik “selesai ditulis” atau “mendapat juara”. Beruntung kemudian berbagai media seperti blog, situs web, atau mesin fotokopi membantu pelipatgandaan dan penyebarannya secara sporadis. LeLakon mencoba mencegah kemandekan tersebut dengan memuarakan lakon-lakon pada penerbitan dan distribusi ke para pembaca dan/atau pegiat teater. Namun demikian, hingga kini LeLakon masih digerakkan secara swadaya dan sukarela sehingga belum bisa memenuhi hak ekonomi penulis (melalui hadiah atau penghargaan), tetapi tetap menghormati dan menjunjung tinggi hak intelektualnya.

LeLakon sejak awal juga memiliki intensi untuk menjadi salah satu lembaga pengarsip dan pendokumentasi lakon-lakon Indonesia. Karena itulah, semua lakon yang diterima LeLakon (baik yang terpilih untuk dibukukan maupun yang tidak) memiliki posisi yang sama dalam keikutsertaan pada LeLakon sebagai sebuah gerakan yang mencoba untuk menyadari, menumbuhkan, dan memublikasikan eksistensi dunia lakon teater di Indonesia. Semua lakon disimpan sebagai arsip dan dokumentasi LeLakon, serta digunakan untuk kepentingan pembelajaran, penelitian, kajian, pembacaan, dan—tidak menutup kemungkinan—berbagai bentuk presentasi ke publik. Tentu saja, jika ada kepentingan yang berhubungan dengan presentasi lakon ke hadapan publik (pembacaan, pementasan, publikasi, dan sebagainya), LeLakon wajib meminta izin kepada penulis.

Selain LeLakon, Kalabuku juga menginisiasi LaboLa- kon, sebuah laboratorium bersama untuk penulisan lakon teater melalui forum kajian kritis, eksperimen, dan diskusi. Keduanya berjalan-bergelut untuk mendukung dan ambil bagian dalam pertumbuhan penulisan lakon teater di Indonesia beserta ekosistemnya.

Kalabuku & Tim Kurator/Penyunting