Peta Kurasi "Dramaturgi Rasa"

LeLakon bukanlah sebuah lomba/kompetisi/sayembara penulisan lakon, melainkan platform kurasi lakon teater Indonesia yang membuka pintu selebar-lebarnya untuk keberagaman lakon, baik dalam hal bentuk, gaya, tema, eksperimen, dan sebagainya, sehingga dapat memperluas jangkauan jelajah ruang ungkap. Dengan tujuan menjaring, mendokumentasikan, dan menyebarkan lakon-lakon karya para penulis dan/atau pelaku teater Indonesia, LeLakon membuat panggilan terbuka dengan ketentuan yang sangat terbuka pula: terbuka pada keberagaman tema, bentuk, dan gaya lakon; tidak ada batasan jumlah halaman atau durasi pertunjukan lakon; bisa berupa lakon untuk dimainkan satu orang; lakon ditulis dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama (dominan), namun tidak menutup kemungkinan penggunaan bahasa sekunder berupa bahasa selain Indonesia, juga bahasa rupa huruf, simbol, gambar, dan lainnya; lakon bisa ditulis secara kolektif; penulis bisa mengirimkan lebih dari satu lakon; lakon yang sudah pernah dipentaskan, diterbitkan, diikutkan/memenangkan lomba tetap dapat diikutsertakan.

Dengan sistem keterbukaan yang demikian, selama satu bulan masa pengiriman lakon oleh penulis, LeLakon 2020 menerima 178 lakon karya 109 penulis dari 19 provinsi di Indonesia. Jumlah ini sangat menggembirakan dan melebihi ekspektasi. Partisipasi para penulis ini secara langsung menunjukkan dukungan sekaligus keterlibatan dalam platform yang digerakkan secara volunteristik ini. Tidak ada hadiah bagi para penulis yang lakonnya terpilih. Para penulis hanya memperoleh beberapa eksemplar buku dan pembagian margin penjualan buku yang nilainya bahkan tidak cukup untuk membeli dua eksemplar buku ini. Gambaran ini menunjukkan bahwa, bahkan di masa wabah yang serba sulit ini, para pegiat dan penulis teater Indonesia masih mempercayai teater sebagai sebuah gerakan kebudayaan yang penting.

Dari penelitian yang dilakukan oleh tim Kalanari Theatre Movement, dalam 178 lakon tersebut tercatat ada 19 lakon monolog, 80 lakon pernah dipentaskan, dan 29 lakon pernah menjadi nomine/pemenang suatu kompetisi. Penulisnya terdiri dari 30 penulis perempuan dan 79 penulis laki-laki. Ada sebanyak 17 penulis yang menulis secara kolektif, dengan jumlah lakon yang ditulis secara kolektif sebanyak 5 lakon. Tahun penulisan semua lakon merentang begitu panjang, nyaris 50 tahun, mulai 1970-an hingga 2020. Rincian provinsi domisili penulis dan jumlah lakon adalah: Sumatra Utara, 3 penulis, 8 lakon; Riau, 1 penulis, 1 lakon; Sumatra Barat, 2 penulis, 4 lakon; Jambi, 3 penulis, 6 lakon; Bengkulu, 1 penulis, 1 lakon; Sumatra Selatan, 2 penulis, 2 lakon; Lampung, 1 penulis, 1 lakon; Banten, 2 penulis, 2 lakon; Jakarta, 11 penulis, 17 lakon; Jawa Barat, 14 penulis, 26 lakon; Jawa Tengah, 11 penulis, 18 lakon; Yogyakarta, 23 penulis, 32 lakon; Jawa Timur, 16 penulis, 30 lakon; Kalimantan Selatan, 1 penulis, 3 lakon; Bali, 5 penulis, 5 lakon; Nusa Tenggara Barat, 3 penulis, 5 lakon; Nusa Tenggara Timur, 1 penulis, 2 lakon; Sulawesi Selatan, 6 penulis, 12 lakon; dan Sulawesi Tenggara, 1 penulis, 3 lakon.

Tim kurator, yang terdiri dari Muhammad Abe, Shinta Febriany, Brigitta Isabella, Riyadhus Shalihin, dan Ibed S. Yuga, menjalankan kurasi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembacaan dan pemilihan secara personal oleh masing-masing kurator. Dalam tahap ini, masing-masing kurator memiliki kriteria, pertimbangan, ideologi, serta kecenderungan personal yang subjektif. Tahap ini menghasilkan 25 lakon yang berasal dari akumulasi lakon pilihan semua kurator. Sebelum memasuki tahap kedua, tim kurator mengevaluasi ke-25 lakon, melihat berbagai kecenderungan, mengajukan berbagai pertimbangan beserta urgensinya. Dari pertimbangan ini, tim kurator menambahkan 2 lakon sehingga semua lakon yang akan dipertimbangkan (long list) untuk dipilih dalam tahap kedua berjumlah 27 lakon. 


Diurutkan berdasarkan abjad judul lakon, berikut adalah 27 lakon tersebut:
1. Arsitektur Kata, R. Eko Wahono
2. Belajar Tertawa, Roy Julian
3. Belantara Samargod, Dadang Ari Murtono
4. Biho, Aik Vela
5. Bis Malam, Kolektif Kaleng Merah Jambu
6. Cinta dalam Sepotong Tahu, Agnes Christina
7. Ciu, Hendromasto Prasetyo
8. Di Dalam Rumah #3, Luna Kharisma, Udiarti, dan Febrian Adinata Hasibuan
9. Dongeng Seputar Menara dan Ritus-Ritus, Ahmad Suharno
10. Elliot, Dyah Ayu Setyorini
11. Gangguan Domestik, Gayuh Juridus Gede Asmara
12. Jangkar Babu Sangkar Madu, Verry Handayani, dkk.
13. Jero Ketut, Tom Jerry dan Kisah-Kisah Seumpamanya, Manik Sukadana
14. Lidah, Luna Vidya
15. Malam Perak, Al Galih
16. Manufaktur Anatomi Kera, Gulang Satriya Pangarso
17. Mata Air Mata, Bambang Prihadi
18. Meja Makan, Luna Vidya
19. MetaNietzsche, Whani Darmawan
20. Nuning Bacok, Andy Sri Wahyudi
21. Perempuan dan Panci Nasi, Nurul Inayah
22. Potret Terakhir, Andy Sri Wahyudi
23. Pulang, Eko RDA
24. Rarudan, Wayan Sumahardika
25. Siti Manggopoh, Afrizal Harun
26. Titik Nol, Agnes Christina dan Nicholas Yudifar
27. Toilet Blues, Desi Puspitasari

Kurasi tahap kedua bertujuan menciutkan 27 lakon dalam long list menjadi 5–10 lakon terpilih yang akan dibukukan. Dalam tahap kedua yang bersifat intelektual-dialogis ini, berbagai kriteria mengemuka untuk dipertimbangkan dan diselisik urgensinya. Namun demikian, di tengah perjalanan kurasi tahap ini, ada berbagai pertimbangan yang mesti disingkirkan atau ditangguhkan; ada beberapa kriteria yang mesti direm dengan menanamkan harapan terhadapnya di masa depan. Maka, pada puncak pertimbangan, terpilihlah jumlah maksimal yang disyaratkan Kalabuku, yakni 10 lakon yang diantologikan dalam buku ini. 

Semua lakon yang diterima LeLakon 2020 (baik yang terpilih untuk dibukukan maupun yang tidak) memiliki posisi yang sama dalam keikutsertaan pada gerakan ini, sebuah gerakan yang mencoba untuk menyadari, menumbuhkan, dan memublikasikan eksistensi dunia lakon teater di Indonesia. Semua lakon akan disimpan sebagai arsip LeLakon dan digunakan untuk kepentingan pembelajaran, penelitian, kajian, pembacaan, dan—tidak menutup kemungkinan—berbagai bentuk presentasi ke publik. •

Kalabuku & LeLakon 2020