Pengantar Penulis
Teater di Pagina
Kumpulan tulisan yang disusun dengan judul Teater di Pagina ini merupakan persilangan antara gagasan teater dan teks puitik. Penulisnya membayangkan bahwa peristiwa teater bukan semata yang disuguhkan di atas panggung konvensional. Sejumlah narasi metaforis yang saya sebut teks post-stage ini menyaran pada suatu peristiwa teatrikal yang bisa dibayangkan tanpa aktualisasi langsung di atas panggung.
Kertas, di mana tulisan disematkan, bisa juga jadi medan pertunjukan. Dan kata-kata, yang secara bersilangan, bertautan, beradu, bertikai, saling bergumul dan bercerai di dalam bidang tipis pagina, mengisyaratkan sejenis aksi. Kata-kata itu aktor tak bertubuh. Sedangkan, tulisan adalah panggung itu sendiri. Buku ini mengeksplorasi wacana tentang batas luar pemanggungan dan menggunakan sejumlah metafora komunikasi teater sebagai latarnya.
Berbagai tema tertuang dalam kumpulan teks ini. Tema-tema tersebut berkaitan dengan lakon-lakon yang bisa dibayangkan, baik secara harfiah maupun secara simbolik. Pembaca akan diposisikan sebagai penonton yang akan membayangkan peristiwa berdasarkan kode-kode tulisan yang mampu dipersepsinya. Membaca adalah tindakan visual, bukan sebatas aktivitas literal.
Kata-kata memperoleh tubuhnya melalui pembaca. Membaca teks adalah menyelinapkan aspek ketubuhan pembaca ke dalam ruang epistemik kata-kata. Ruang epistemik itu campuran antara faktor manifes dan faktor laten yang terkandung dalam teks. Dengan sifat itu, setiap teks memiliki tubuh pula: sebuah tubuh spektral atau “tubuh hantu”. Membaca teks adalah pergulatan menemukan tubuh spektral teks yang digeledah bersama oleh aspek ketubuhan pembaca.
Pertemuan silang, irisan, komutasi, dan/atau bentrokan antara peristiwa yang dibayangkan dan motif-motif teks puitik membawa kata-kata pada kelabilan maknawinya. Teks puitik menghidupkan kekuatan—dan juga kegelapan—metafora. Sedang, gagasan teater menunjukkan luasan—sekaligus keremangan—ruang imajinatif. Aspek konstruktif dari silang teks seperti ini adalah menunjukkan kekuatan metafora dalam luasan ruang imajinatif. Namun, hadir pula risiko eksesifnya: metafora-metafora gelap berkeliaran dalam ruang remang. Teater di Pagina menawarkan pertumbuhan kata-kata, baik konstruktif maupun eksesif.
Dalam memilih dan menuangkan tema, penulis telah mengutip, meringkas, memodifikasi, merujuk, juga membaurkan sejumlah literatur tentang sejumlah topik. Hasil pembacaan atas teks-teks lain itu tidak selalu kentara dan tegas. Teks-teks lain itu diterima secara asosiatif dan interogatif. Sedang, gagasan yang ditangkap menjadi pemicu untuk kelahiran tulisan lain.
Tulisan lain itu bukan gema, resonansi, atau tuturan derivatif sumbernya. Yang sempat ditangkap sebatas kelebat. Tulisan tidak memijar. Lebih kerap saling menumbuk. Halaman-halaman yang lebam mewartakan pasar kata yang porak. Tulisan seperti laporan yang terhapus, antara kehadiran dan pembatalan, antara tatapan dan kesangsian, bolak-balik di kamar “lost and found”.
Dalam menuangkan tulisan, penulis menggunakan pembandingan, majas, sugesti, metafora; juga aplikasi kalimat yang memunggungi aspek-aspek formal gramatika. Tulisan seperti area bermain: sebuah paroletorium tanpa rambu-rambu keselamatan. Maka, pembaca akan memasuki tulisan ini lebih sebagai petualang, bukan turis yang dipandu.
Kesadaran atau pikiran selalu berarti “pikiran yang bertubuh” (embodied mind). Inilah jalan yang memungkinkan tubuh spektral teks dapat dibaca oleh pikiran sebagai peristiwa indrawi dan kognitif sekaligus. Kata-kata akan memunculkan dimensi optis dan seduktif sekaligus. Kata-kata memancarkan objek tatapan dan godaan pada ketubuhan pembaca. Momen resepsi seperti itulah yang saya bayangkan sebagai peristiwa “teater di pagina”.
Teater barangkali bisa ditemukan juga di luar teater. Dan ini bukan sejenis tontonan. Kumpulan seratus judul teks yang saya tulis adalah medan asosiatif teks, di mana kata-kata menghadirkan persilangan peristiwa yang hendak dibayangkan dengan batas-batas dan kebebasan metaforis kata-kata. Istilah dan vokabuler ungkapan yang digunakan berkaitan dengan fragmen-fragmen isu yang terkait dengan dunia teater. Sedangkan, penyusunan bagian-bagian teks mengikuti dramaturgi teater Yunani Klasik. Ini pilihan pengadeganan teks yang diambil secara sadar dan khas.
Teks yang dihampiri dengan aspek ketubuhan pembaca diharapkan dapat menggugah relasi peristiwa di atas panggung kertas. Pada intinya, kumpulan tulisan ini adalah teater kertas.
Benny Yohanes