Catatan Penyunting

Teater/Intimasi

Alih-alih menjadi tugu peringatan atau kue perayaan ulang tahun, buku ini diniatkan sebagai ruang permenungan. Di dalamnya, berkelindan narasi-narasi kritik, refleksi, evaluasi, introspeksi, pujian, pengakuan, kecaman, tuduhan, keberhasilan, kesombongan, kegagalan, kebuntuan, keterjebakan, ketanggungan, harapan… yang cukup gamblang—walau tidak utuh—membeber sekujur Kalanari selama satu dekade—dan bahkan sebelumnya.

Dengan alasan sebagai ruang permenungan itulah buku ini disusun oleh tim penyunting yang semua anggotanya berasal dari dalam Kalanari. Paradigma permenungan ini disiapkan bukan setelah buku dipublikasikan, melainkan lebih ke belakang, saat proses penyusunannya, karena ia diharapkan untuk menjadi pengetahuan ke dalam Kalanari terlebih dahulu sebelum meluncur ke ruang pembaca. Paradigma ini bukan bertujuan untuk memberlakukan filter terhadap “yang tak mengenakkan”, melainkan justru membuka kanal sejembar mungkin bagi penilaian serta impresi yang beragam dan bahkan saling bertolak belakang. Keragaman dan kekontrasan adalah medan kerumunan yang keruh, di mana kami (Kalanari) bisa menyelam dengan harapan mampu mendeteksi kegamblangan dan kelugasan yang mungkin sering kami sembunyikan di ruang-ruang emosional kami.

Buku sederhana yang cenderung obsesif dan tergesa-gesa ini tidak direncanakan dengan peta yang cermat dan mapan, justru cenderung buta dan penuh lowongan. Bukan untuk apologi, peta buta dan lowong itu justru diharapkan mengakomodasi sebanyak dan seberagam mungkin jejak-tertulis (dan tak-tertulis) yang ada dan bahkan—jika memungkinkan—hingga ke terra incognita. Dengan kata lain, ia peta yang kemaruk dan loba.

Sifat yang demikian kemudian membuat peta ini kesulitan menerakan demarkasi yang tegas bagi pemilahan berbagai tulisan dalam buku ini. Meski tulisan-tulisan dipilah ke dalam beberapa bab (jika bisa disebut demikian), tidak ada batasan yang cukup tegas bagi masing-masing bab. Pembagian bab dilakukan lebih dengan intensi untuk memberi tekanan pada topik tertentu yang dibahas masing-masing tulisan. Satu tulisan dari satu bab bisa bertalian erat dengan tulisan lain dari bab lain. Topik metode bisa saja disinggung dengan cukup tebal oleh tulisan yang berada dalam bab tentang ruang; demikian pula sebaliknya dan seterusnya.

Tulisan-tulisan dalam buku ini berasal dari berbagai sumber: sebagian merupakan jejak-tertulis yang dikurasi dari tumpukan kliping dan arsip digital, sebagian lain adalah tulisan baru yang dibuat khusus untuk buku ini. Hampir semua jejak-tertulis yang bersumber dari arsip adalah ulasan-ulasan pertunjukan. Tidak semua jenis tulisan ini kami boyong ke dalam buku ini. Hanya tulisan-tulisan yang punya kadar kritik dan kajian yang cukup tebal saja yang kami publikasikan kembali di sini—tentu saja atas izin dari penulis dan media yang menerbitkan sebelumnya. Tulisan-tulisan baru yang dibuat khusus untuk buku ini sebagian ditulis oleh para penulis yang selama ini bersentuhan dengan Kalanari melalui berbagai modus dan pintu; sebagian lagi ditulis oleh “orang dalam” Kalanari yang separuhnya nyaris tidak punya pengalaman kepenulisan.

Demikianlah, buku ini menjadi medan berkerumunnya catatan-catatan dari para penulis kenamaan hingga para penulis “karbitan”. Melalui rentang keberagaman (alih-alih menyebutnya sebagai kesenjangan) yang cukup panjang tersebut, buku ini justru berniat untuk memberikan ruang seluas mungkin bagi suara-suara dari berbagai lini yang selama ini bersentuhan dan/atau terlibat dengan Kalanari. Keberagaman suara dari berbagai lini inilah yang menjadi titik perhatian buku ini, ketimbang menghadirkan diskursus spesifik yang membingkai atau mengerucutkan arah pembicaraan.

Kerja literasi mewujudkan buku ini adalah bagian dari movement kecil yang dilakukan Kalanari. Movement yang kami maknai dan jalankan bukanlah sebagaimana aktivisme seni yang besar itu. Ia adalah gerakan-gerakan kecil yang bergerilya melalui pintu-pintu latihan, workshop, diskusi, kolaborasi, penerbitan, produksi pertunjukan, dan hidup keseharian.

Dan… seberapa panjangkah satu dekade itu? Seberapa panjangkah pertunjukan berdurasi satu jam? Pergerakan budaya macam apa yang sudah kami lakukan? Sering kali pertanyaan ini muncul di benak awak Kalanari sendiri. Sampai hari ini, kami masih sering berurusan dengan berbagai tegangan antara manfaat, estetika, etika, serta motif suatu program didesain, dieksekusi, dan diperjuangkan; hal yang sepertinya akan terus terjadi dan menghidupi Kalanari.

Sekali lagi, buku ini adalah sebuah ruang permenungan batin dan pikiran, medium intrapersonal, suatu modus untuk berbicara ke dalam, ke diri Kalanari. Berpijak padanya, Kalanari berharap bisa melakukan rekonsiliasi damai dengan segala keberhasilan dan kegagalan, serta menyusun keputusan-keputusan untuk menentukan haluan ke depan. Pun jika buku ini memberi nilai ke luar—katakanlah bagi teater Indonesia—itu adalah bonus.

Tim Penyunting
Andika Ananda
M. Dinu Imansyah
Ibed S. Yuga