Catatan Penulis

Lugu Kayu Bakar: 27 Monolog

Menulis sesungguhnya minat awal saya sebelum masuk dunia teater. Ketika tahun 1985 bergabung dengan Teater Koma Jakarta, saya hanya berharap sebuah lingkungan yang menyuburkan minat menulis saya. Tetapi, begitu saya di dalamnya, saya terbius oleh seni peran. Guru kami di Teatar Koma, N. Riantiarno, selalu mencoba memberikan pengalaman kepada semua orang untuk menjadi aktor.

Seni peran bukan saja telah membius saya, tapi juga menyita energi lahir batin, sehingga saya nyaris lupa menulis. Tetapi N. Riantiarno pula yang mendorong saya menulis, baik secara langsung ataupun tidak. Kepadanyalah saya ingin mengucapkan banyak terima kasih, atas kebaikan, pelajaran, kesabaran, kepercayaan, dan kebahagiaan yang telah saya terima. Jika kumpulan monolog ini akhirnya sampai di tangan Anda, bukan semata karena semangat saya. Tapi karena saya melihat, dan akhirnya tertular, banyak contoh semangat dari rekan-rekan di Teater Koma. Semua, dari angkatan pendiri hingga angkatan paling muda. Dari yang tampak menonjol ke permukaan, ataupun yang masih jauh di bawah permukaan. Dari merekalah saya sesungguhnya mendapat inspirasi dan energi.

Kumpulan monolog ini ditulis antara tahun 1989–2021. Tapi terbanyak merupakan tulisan tahun 2020–2021. Pandemi telah “memaksa” saya duduk di depan laptop. Gayeng. Maka ide-ide lama, catatan yang terserak, draf cerpen, lakon monolog yang belum selesai, semua kemudian ditulis kembali dan jadilah kumpulan monolog ini. Tentu saja materi terbanyak adalah serapan dari berbagai macam peristiwa sosial yang tersimpan dalam pikiran saya. Semua peristiwa itu sungguh menggelitik, menarik, menjengkelkan, menyedihkan, bikin darah tinggi, dan entah apa lagi. Terima kasih, Indonesia, atas segala “tontonan” yang telah kauberikan. Kau sungguh unik.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada para sahabat yang telah membuat kumpulan monolog ini menjadi lengkap. Mas Tatang RB. yang berkenan menggarap tata sampul. Idries Pulungan yang membuat skenografi (desain set dekor) setiap lakon. Juga mereka yang berkenan memberi endorsement: Kang Arthur S. Nalan dan Butet Kartaredjasa.

Kepada pekerja teater yang berkenan memainkan lakon dalam kumpulan monolog ini, skenografi yang ada dalam buku ini bukan bermaksud membatasi imajinasi Anda. Apalagi harus dipatuhi. Sama sekali tidak ada kewajiban untuk itu. Itu dimaksudkan sebagai semacam bandingan. Utamanya bagi pekerja teater muda yang baru belajar.

Selamat berkarya kepada semua pekerja teater di mana pun. Dihargai atau tidak, oleh negara atau oleh siapa pun. Tetaplah bekerja, mencintai dan menjadi bagian dari NKRI.

Salam.

Budi Ros
Depok, Mei 2021