Catatan Penerbit

Ayahku Stroke tapi Nggak Mati

Ada rasa bangga sekaligus miris ketika menonton para pegiat teater remaja mementaskan lakon-lakon “berat” seperti karya-karya Shakespeare atau karya-karya klasik Yunani. Bangga karena menyaksikan sosok-sosok sebelia itu telah menyelami mahakarya-mahakarya para seniman genius dari masa lampau, sekaligus melangkah jauh memasuki ruang-ruang penuh masalah dan intrik orang dewasa. Miris karena melihat para remaja merasuki teater lewat dunia yang—bukan saja masanya, namun juga ruang dan manusia-manusianya—amat jauh dan asing dari dunia remaja. Imajinasi memang bisa menembus ruang dan waktu; para remaja bisa mementaskan lakon—atau menjelajah lewat bacaan—dari ruang dan masa mana pun. Namun, para pegiat teater remaja sangat memerlukan lakon-lakon yang lahir dari dunia remaja sendiri, dunia yang tak kalah penuhnya dengan gejolak, gelora, dan idealisme. Dengan lakon-lakon yang ditulis dari ruang hidup remaja, para pegiat teater remaja bisa berpijak pada dunianya sendiri, bersemuka dengan problem-problem keseharian remaja sendiri, sehingga teater bagi remaja hadir sebagai wahana ekspresi yang kontekstual dan temen curhat yang baik, bukan sebagai makhluk asing dari dunia yang jauh atau malah antah-berantah.

Di tangan para pegiat teater remajalah masa depan teater Indonesia ada. Masalahnya­—dan ini adalah rasa miris yang lain lagi—kita sangat kekurangan lakon-lakon teater yang ditulis khusus untuk remaja. Adalah juga tugas para penulis dari kalangan teater dewasa untuk menyediakan lakon-lakon teater remaja. Empat lakon teater remaja karya penulis dan sutradara Joned Suryatmoko dalam buku ini tentu saja hadir untuk mengisi ruang lowong di dunia teater remaja itu. Keempat lakon dalam buku ini—tiga di antaranya pernah terbit pada 2003, dan lakon Kudeta meraih juara ketiga dalam Lomba Penulisan Naskah Teater Remaja, Taman Budaya Jawa Timur, 2006—telah banyak kali dipentaskan di beberapa wilayah di Indonesia. Namun demikian, lakon-lakon dalam buku ini hadir bukan hanya untuk dipentaskan, melainkan juga untuk dibaca dan dijadikan referensi bagi para remaja yang berminat menulis lakon teater.

Kami berterima kasih kepada Joned Suryatmoko yang telah memercayakan penerbitan (kembali) lakon-lakon dalam buku ini kepada Kalabuku. Tentu kita berharap ada banyak lakon teater remaja lainnya yang lahir di Indonesia; dan kita akan sangat bangga jika lakon-lakon itu lahir dari tangan para remaja sendiri.

Kalabuku